Ads 468x60px

Labels

Jumat, 03 Februari 2012

Maulid Nabi kegembiraan dan syukur bahagia atas rahmat Tuhan.

Oleh; Adnan Widodo
Dalam kesempatan kali ini saya mencoba untuk menulis sebuah tulisan sederhana seputar dalil-dalil perayaan Maulid Nabi dengan judul  "Maulid Nabi kegembiraan dan syukur bahagia atas rahmat Tuhan" . Mudah-mudahan dengan sedikit argumentasi yang saya paparkan dalam tulisan ini bisa menghilangkan keraguan kita terhadap hukum merayakan Maulid Nabi, termasuk Marhabanan yang telah menjadi rutinitas mingguan di mayoritas Pesantren Jawa Barat, apakah termasuk perbuatan yang dilarang dan sesat (bid'ah dhalalah) atau bukan? Sebagaimana yang telah digembor-gemborkan oleh para penganut GAM (Gerakan Anti Maulid) di Negeri kita.

Bulan Rabi'ul Awwal adalah bulan kasih sayang Tuhan; karena pada bulan itu Allah telah memperlihatkan kasih sayang-Nya dengan melahirkan seorang nabi akhir zaman yang kelak akan Ia utus untuk menjadi rahmat  bagi semua makhluk dan sebagai lambang dari kasih sayang-Nya atau sebagai hakekat dari kasih sayang itu tesebut. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran :
]وما أرسلنك إلا رحمة للعلمين[ [الأنبياء:107]
Artinya :"Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."

Memperingati kelahiran nabi (Maulid Nabi) dengan macam-macam caranya yang tidak bertentangan dengan Syari'at adalah salah satu cara penyambutan dan rasa syukur atas kasih sayang tersebut setelah memenuhi dan menerima ajakannya untuk masuk ke dalam agamanya, yaitu Agama Islam. 
Maka tidaklah berlebihan jika ada seseorang yang menganggap Maulid Nabi tersebut sebagai hari raya dan bersya'ir:
المسلمون ثلاثــــة أعيادهـــم
*
الفطر والأضحى وعيد المولد
فإذا انتهت أعيادهم فسرورهم
*
لا ينتهي أبــدا بذكر محـمـــد
Artinya : "Orang- orang Islam mempunyai tiga hari raya, hari raya Fitri, Hari Raya Adha, dan Hari Raya Maulid.
Ketika Hari Raya mereka telah usai, maka kebahagiaan dan kegembiraan meraka tidak akan pernah berakhir selamanya dengan mengenang Nabi Muhammad."

Sejarah pun pernah mengisahkan bahwa Sayyidina 'Abbas pernah bertanya kepada Abu Lahab dalam mimpi setelah ia meninggal dunia tentang siksanya di akherat, ia menjawab mendapatkan keringanan pada setiap hari senin karena ia pernah memerdekakan budak perempuannya, Tsuwaibah; karena ia merasa bahagia mendengar kabar terlahirnya Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi wasallam.

Dari kisah tersebut, al-Hafidz Syamsuddin bin Nashruddin al-Dimasyqi menulis sebuah sya'ir yang berbunyi:
إذا كان هذا كافرا جاء ذمــــــه
*
بـ«ـتبت يداه» في الجحيم مخلدا
أتى أنه في اليوم الإثنين دائـــــما
*
يخـفــف عنه للسرور بأحمــدا
فما الظن بالعبد الذي طول عمره
*
بأحمد مسرورا ومات موحــدا
Artinya : "Jika ia (Abu Lahab) saja yang kafir dan telah dicela Al-Quran dengan "Tabbat yadaa…", dan  kekal di dalam neraka,
—karena gembira dengan kelahiran Nabi Muhammad— di setiap hari senin ia mendapat keringanan siksa.
Maka bagaimana dengan seorang hamba yang telah mati dalam keadaan muslim muahhad,
dan sepanjang hidupnya selalu gembira dengan Nabi Muhammad?".

Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal dan sangat tidak berperasaan jika ada seseorang yang berani melarang kegembiraan dan keceriaan atas kasih sayang Tuhan tersebut yang direalisasikan dengan seremoni peringatan Maulid Nabi dengan landasan seremoni tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para Shahabatnya (dalam ilmu ushul fiqh disebutmasail al-tark) dan lain sebagainya; karena setiap sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh nabi dan para shahabatnya itu tidak mesti menunjukkan bahawa sesuatu tersebut dilarang, tetapi ada makna lain yang terkandung di balik itu semua. Sedangkan Allah pun yang menciptakan akal dan perasaan tersebut memerintahkan kita untuk berbahagia atas karunia dan kasih sayang yang Ia berikan. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran:
]قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا[[يونس:58]
Artinya : Katakanlah : "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira…"

Dosen saya pun, Sayyid Zain al-'Aidarus MA dalam salam satu kuliahnya pernah mengemukakan, bahwa  seseorang yang mengingkari dan melarang Maulid Nabi itu sama halnya dengan seseorang yang tidak mengerti sambal, ia melarang anaknya memakan sambal tetapi ia tidak melarangnya memakan cabai, padahal sambal itu tersebut  salah satu bahannya adalah cabai. Begitu pun dengan kasus orang yang melarang maulid, ia tidak melarang membaca ayat suci Al-Quran dan Sholawat, padahal isi dari Maulid tersebut adalah membaca ayat suci Al-Quran, sholawat, sejarah nabi, sya'ir pujian kepada nabi, do'a dan bersedekah makanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar