Ads 468x60px

Labels

Senin, 04 Maret 2013

Studi Kritis Hadits Iftirâq



Mengungkap misteri hakikat al-Firqah al-Nâjiyah (kelompok yang selamat dari api neraka)(*)
Oleh Adnan Widodo Sudirman

Hadits Iftirâq adalah hadits yang menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad akan terpecah belah menjadi sebuah umat yang mempunyai kelompok-kelompok yang variatif seperti halnya kaum Yahudi dan Nasrani. Bahkan bukan hanya itu saja, ada salah satu hadits yang dengan tegas menyatakan, bahwa semua kelompok tersebut akan masuk neraka kecuali satu kelompok.


 Riwayat riwayat Hadits Iftirâq

1.      Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallâhu 'anhu dari Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda :
تَفَرَّقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ أَوِ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَالنَّصَارَى مِثْلَ ذَلِكَ، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
"Kaum Yahudi telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok, begitu pula dengan kaum Nasrani. Dan kelak umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok". (HR. Turmudzi no. 2640, Abu Dawud no. 4596, dan Ibnu Majah no. 3991 dll.).
2.      Hadits yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan, sesungguhnya Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam berdiri di antara kita, kemudian beliau bersabda :
إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا فِي دِينِهِمْ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً يَعْنِي الأَهْوَاءَ، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلا وَاحِدَةً، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ "،...
"Sesungguhnya Ahli Kitab telah terpecah belah di dalam agamanya menjadi tujuh puluh dua kelompok (agama). Dan sesungguhnya umat ini kelak akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan (yang mengikuti hawa nafsu). Semuanya akan masuk neraka kecuali satu kelompok, yaitu Al Jamâ'ah…".(HR. Al-Thabarani no. 1005, Al-Baihaqi no. 2929 dll.).
Selain dua riwayat tersebut masih ada lagi riwayat-riwayat yang lain dengan beberapa tambahan kalimat. Seperti dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Hakim terdapat tambahan "Semuanya akan masuk neraka kecuali satu, yaitu Al Jamâ'ah", dalam riwayat Turmudzi dan Thabrani "[kecuali kelompok] yang berpegang teguh kepada ajaranku sekarang dan para sahabatku", dan dalam riwayat Thabarani yang lain juga terdapat  tambahan "[kecuali]Islam dan Jamaahnya".

Komentar Ulama tentang Haidits Iftirâq

a.      Tentang sanad
Para ulama berbeda pendapat tentang derajat hadits tersebut. Mereka terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa hadits tersebut adalah hadits hasan [lighoirihi], kerena asal mula hadits tersebut adalah hadits dho'if kemudian dikuatkan dengan banyaknya riwayat-riwayat lain yang serupa hingga naik derajat menjadi hadist hasan. Kedua, kelompok yang menolak hadits tersebut; karena menurut mereka semua riwayat-riwayat hadits tersebut lemah (dho'if). Sedangkan hadits dho'if itu tidak bisa menjadi hadits hasan kecuali ketika kelemahannya (kedho'ifannya) dikarekan lemahnya perawi dalam segi hapalan, kecermatan, ketelitian dan keseksamaan. Adapun ketika kelemahan hadits tersebut timbul karena kebohongan perawi atau ia dituduh bohong, maka hadits tersebut tidak bisa menjadi kuat dan naik derajat walauput riwayat-riwayat yang mendukungnya banyak.

b.      Tentang matan (redaksi)
Sebagaimana komentar mereka tentang sanad, mereka juga terbagi menjadi dua kelompok saat mengomentari matan hadits tersebut.
Pertama, kelompok yang menolak matan hadits tersebuat. Hal tersebut karena berbagai alasan, di antaranya:
1.      Hadits tersebut bertentangan dengan salah satu pokok-pokok ajaran agama, yaitu umat nabi Muhammad adalah sebaik-baiknya umat. Lalu baagaimana mungkin umat ini menjadi umat yang terburuk dalam segi pemekarannya (perpecahannya)?!. Karena—sebagaimana yang ditegaskan dan difahami dari hadits iftiraq—umat ini lebih banyak kerusakan, fitnah dan kelompok-kelompok yang terpecah darinya dibandingkan dengan umat Nasrani dan Yahudi. Mereka hanya terpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok sedangkan umat ini terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga.
2.      Di samping matannya, hadits tersebut juga telah dipastikan kebathilan maknanya. Hal ini berdasarkan nama-nama kelompok umat Islam dalam kitab-kitab firaq (kitab-kitab yang menjelaskan perpecahan umat Islam). Satu sama lain, kitab-kitab tersebut menyebutkan nama-nama kelompok yang sama, kelompok-kelompok yang berbeda dan kelompok-kelompok yang tidak disebutkan oleh kitab yang lain. Kemudian mungkin saja setiap masa muncul sebuah aliran atau kelompok-kelompok baru, di mana jika kita membuat penyensusan hal tersebut, maka penyensusan tersebut tidak akan benar dan tidak mungkin terjadi. Misalnya, dalam kitab al-Farq baina al-Firaq karya Syekh Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H), di sana dijelaskan tujuh puluh tiga aliran atau kelompok umat Islam. Dan dari masa al-Baghdadi sampai sekarang telah bermunculan aliran-aliran baru, bahkan mungkin bisa mencapai dua kali lipat jumlahnya.  Adapun pendapat yang menyatakan bahwa aliran atau kelompok-kelompok yang baru tersebut cabang dari tujuh puluh tiga kelompok itu tidak benar, karena kalau begitu, yang tujuh puluh kelompok pun cabang dari satu kelompok, yaitu Islam.
3.      Hadits tersebut—terlebih yang riwayatnya menyebutkan كلهم في النار إلا واحدة  "Semuanya akan masuk neraka kecuali satu kelompok"­—bertentangan dengan hadits-hadits mutawatir yang menjelaskan barang siapa yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusannya, maka ia akan masuk surga walaupun ia pernah dimasukkan ke dalam neraka. Hadits-hadits tersebut di antaranya:
 ان الله قد حرم على النار من قال لا اله الا الله يبتغي بذلك وجه الله
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan api neraka terhadap seseorang yang mengucapkan "tiada tuhan selain Allah" dengan mengharapkan ridho Allah". HR. Bukhori
لا يشهد أحد أن لا اله الا الله وأني رسول الله فيدخل النار أو تطعمه
"Tidak sekali-kali seseorang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya aku adalah utusannya, kemudian ia masuk neraka atau terbakar apinya". HR. Muslim.
Kedua, kelompok ulama yang menerima matan hadits tersebut. Namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa persoalan yang berhubungan dengan matan hadits tersebut. Di antaranya:

1.      Apa yang dimaksud Al-Ummah (umat) dalam hadist tersebut?
Dalam persoalan ini, ulama terbagi menjadi dua kelompok dalam menafsirkan kalimat Al-Ummah.
Pertama, ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud Al-Ummah dalam hadits adalah Ummat al-Ijâbah, yaitu umat yang menerima ajakan dan dakwah nabi Muhammad; umat Islam. Hal tersebut dikarenakan kalimatUmmati, umatku (umat nabi Muhammad). Maka dengan argumen tersebut, Ummat al-Ijâbah lebih cepat ditangkap oleh pemahaman seseorang.
Dari penafsiran ini, maka umat Islamlah yang akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga aliran.

Kedua, ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud Al-Ummah dalam hadits adalah Ummat al-Da'wah, yaitu umat yang menjadi objek da'wah universal nabi Muhammad; seluruh umat manusia. Hal tersebut dikarenakan kalimat Al-Ummah jika dimutlakkan (tidak disandarkan), maka maksundnya adalah Ummat al-Da'wah dan mengandung makna âm (universal), sebagaimana dalam Al-Quran كل ما جاء أمة رسولها كذبوه  , "Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya,…" (QS. Al-Muminun: 44).
Kemudian, dalam hadits iftirâq pun tidak menyebutkan umat Islam atau Muslimin, tapi ummati (umatku) atau hadzihi al-ummah (umat ini). Itu menunjukkan yang dimaksud al-Ummah dalam haidts adalah ummat al-da'wah. Penafsiran ini pun dukuatkan dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
والذي نفس محمد بيده. لا يسمع بي أحد من هذه الامة، يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار
"Demi dzat yang dalam kuasanyalah jiwa Muhammad. Seseorang dari umat ini, yaitu Yahudi atau Nasrani tidak mendengarkanku kemudian ia mati dalam keadaan belum beriman kepada risalahku melainkan ia termasuk penghuni neraka". Dalam hadits ini, nabi Muhammad memasukkan Yahudi dan Nasrani dalam katagori umat ini (hadzihi al-ummah).
Dari penafsiran dan pendapat ini, berarti yang akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan itu adalah semua umat manusia. Mereka terpecah menjadi kelompok Islam, Yahudi, Nasrani dan seterusnya.

2.      Apakah jumlah kelompok-kelompok tersebut hanya sebatas yang diterangkan hadits?
Dalam persoalan ini ulama terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, ulama yang berpendapat dan menulis sebuah kitab yang menjelaskan nama-nama kelompok-kelompok tersebut sesuai jumlah yang diterangkan dalam hadits.
Kedua, ulama yang menetapkan jumlah kelompok yang diterangkan dalam hadits. Namun mereka tidak menentukan nama-nama kelompok yang masuk dalam jumlah yang dijelaskan dalam hadits.
Ketiga, ulama yang berpendapat, bahwa jumlah kelompok dalam hadits tersebut tidak mempunyai pengertian. Baik itu menurut ulama yang berpandangan mafhum al-'adad (pengertian yang diambil dari jumlah atau hitungan) itu hujjah (alasan atau landasan hukum) atau bukan. Mereka berpendapat, bahwa jumlah yang disebutkan dalam hadits maksudnya adalah banyak. Artinya, umat ini akan terpecah belah menjadi kelompok-kelompok yang banyak dan variatif.
Penutup

Dari keterangan yang telah dipaparkan, kita bisa menarik keasimpulan, bahwa al-Firqah al-Nâjiyah (kelompok yang selamat dari api neraka) adalah kelompok umat Islam. Kemudia persoalan terpecah belahnya umat Islam menjadi tujuh puluh tiga golongan adalah persoalan yang diperdebatkan panjang lebar oleh para ulama (al-mukhtalaf fîhâ). dan soal pendapat mana yang kuat, kita yakini saja semua ulama mempunyai landasan masing-masing yang menurut mereka kuat. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi persoalan tersebut dengan bijaksana dan toleran. Baik terhadap kelompok-kelompok non Muslim, atau terlebih terhadap kelompok-kelompok umat Islam. 
Problematika penyesatan (menuduh sesat) dan pengkafiran spontan, tergesa-gesa tanpa didahului penelitian yang akurat dan landasan yang kuat itu termasuk kesalahan yang fatal.  Bahkan ketika kesesatan tersebut telah nyata dan ditetapkan kepada suatu kelompok, maka kita pun tidak boleh bersikap anarki, sewenang-wenang dan sejenisnya. Tapi sikap kita dalam konteks seperti ini adalah menunjukkan mereka terhadap jalan yang benar, menasehati dan mendoakan mereka dengan kebaikan. Mungkin saja kesesatan tersebut timbul dari ketidaktahuan mereka dan sebagianya. Sebagaimana nasehat yang sering disampaikan oleh Abuya Prof. Abdullah Muhammad Baharun kepada anak-anak didiknya, "Kita harus menghormati dua kalimat syahadat, begitu pun terhadap orang-orang yang mengucapkannya. Karena kedudukan mereka sangat agung. Mereka tidak boleh dikafirkan kecuali ketika mereka berbuat kekufuran secara nyata". Oleh karena itu,  jika dalam persoalan pokok-pokok agama saja kita harus bersikap demikian apa lagi dalam persoalan fiqih yang relatif bersifat dzanni (asumtif) dan terdapat banyak pendapat? Wallahu a'lam.

Hadramaut, 4 Maret 2013.

(*) opini penulis dan alih bahasa dari sebuah judul dalam malzamah mata kuliah al-firaq wa al-tayyarât al-fikriyah al-mu'âshirah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar