Mengungkap misteri hakikat al-Firqah al-Nâjiyah (kelompok yang selamat
dari api neraka)(*)
Oleh Adnan Widodo Sudirman
Hadits Iftirâq adalah hadits yang menyatakan bahwa
umat Nabi Muhammad akan terpecah belah menjadi sebuah umat yang mempunyai
kelompok-kelompok yang variatif seperti halnya kaum Yahudi dan Nasrani. Bahkan
bukan hanya itu saja, ada salah satu hadits yang dengan tegas menyatakan, bahwa
semua kelompok tersebut akan masuk neraka kecuali satu kelompok.
Riwayat riwayat Hadits Iftirâq
1.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallâhu 'anhu dari
Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda :
تَفَرَّقَتِ
الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ أَوِ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
وَالنَّصَارَى مِثْلَ ذَلِكَ، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً
"Kaum
Yahudi telah terpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok,
begitu pula dengan kaum Nasrani. Dan kelak umatku akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga kelompok". (HR.
Turmudzi no. 2640, Abu Dawud no. 4596, dan Ibnu Majah no. 3991 dll.).
2.
Hadits yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan, sesungguhnya
Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam berdiri di antara kita,
kemudian beliau bersabda :
إِنَّ أَهْلَ
الْكِتَابِ افْتَرَقُوا فِي دِينِهِمْ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً،
وَإِنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً يَعْنِي
الأَهْوَاءَ، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلا وَاحِدَةً، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ "،...
"Sesungguhnya
Ahli Kitab telah terpecah belah di dalam agamanya menjadi tujuh puluh dua
kelompok (agama). Dan sesungguhnya umat ini kelak akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan (yang mengikuti hawa nafsu). Semuanya akan masuk neraka
kecuali satu kelompok, yaitu Al Jamâ'ah…".(HR. Al-Thabarani no. 1005, Al-Baihaqi no. 2929 dll.).
Selain dua riwayat tersebut masih ada lagi riwayat-riwayat
yang lain dengan beberapa tambahan kalimat. Seperti dalam riwayat Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan Hakim terdapat tambahan "Semuanya akan masuk
neraka kecuali satu, yaitu Al Jamâ'ah", dalam riwayat Turmudzi dan
Thabrani "[kecuali kelompok] yang berpegang teguh kepada ajaranku sekarang dan para
sahabatku", dan dalam
riwayat Thabarani yang lain juga terdapat tambahan "[kecuali]Islam dan
Jamaahnya".
Komentar Ulama tentang Haidits Iftirâq
a.
Tentang sanad
Para ulama berbeda pendapat tentang derajat hadits
tersebut. Mereka terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok
yang berpendapat bahwa hadits tersebut adalah hadits hasan [lighoirihi],
kerena asal mula hadits tersebut adalah hadits dho'if kemudian dikuatkan dengan
banyaknya riwayat-riwayat lain yang serupa hingga naik derajat menjadi hadist
hasan. Kedua, kelompok yang menolak hadits tersebut;
karena menurut mereka semua riwayat-riwayat hadits tersebut lemah (dho'if).
Sedangkan hadits dho'if itu tidak bisa menjadi hadits hasan
kecuali ketika kelemahannya (kedho'ifannya) dikarekan lemahnya perawi dalam
segi hapalan, kecermatan, ketelitian dan keseksamaan. Adapun ketika kelemahan
hadits tersebut timbul karena kebohongan perawi atau ia dituduh bohong, maka
hadits tersebut tidak bisa menjadi kuat dan naik derajat walauput
riwayat-riwayat yang mendukungnya banyak.
b.
Tentang matan (redaksi)
Sebagaimana komentar mereka tentang sanad, mereka juga
terbagi menjadi dua kelompok saat mengomentari matan hadits tersebut.
Pertama,
kelompok yang menolak matan hadits tersebuat. Hal
tersebut karena berbagai alasan, di antaranya:
1.
Hadits tersebut bertentangan dengan salah satu pokok-pokok ajaran agama,
yaitu umat nabi Muhammad adalah sebaik-baiknya umat. Lalu baagaimana mungkin umat ini
menjadi umat yang terburuk dalam segi pemekarannya (perpecahannya)?!. Karena—sebagaimana
yang ditegaskan dan difahami dari hadits iftiraq—umat ini lebih banyak
kerusakan, fitnah dan kelompok-kelompok yang terpecah darinya dibandingkan
dengan umat Nasrani dan Yahudi. Mereka hanya terpecah belah menjadi tujuh puluh
satu atau tujuh puluh dua kelompok sedangkan umat ini terpecah belah menjadi
tujuh puluh tiga.
2.
Di samping matannya, hadits tersebut juga telah dipastikan kebathilan
maknanya. Hal ini berdasarkan nama-nama kelompok umat Islam dalam kitab-kitab firaq
(kitab-kitab yang menjelaskan perpecahan umat Islam). Satu sama lain,
kitab-kitab tersebut menyebutkan nama-nama kelompok yang sama,
kelompok-kelompok yang berbeda dan kelompok-kelompok yang tidak disebutkan oleh
kitab yang lain. Kemudian mungkin saja setiap masa muncul sebuah aliran atau
kelompok-kelompok baru, di mana jika kita membuat penyensusan hal tersebut,
maka penyensusan tersebut tidak akan benar dan tidak mungkin terjadi. Misalnya,
dalam kitab al-Farq baina al-Firaq karya Syekh Abdul Qahir al-Baghdadi
(w. 429 H), di sana dijelaskan tujuh puluh tiga aliran atau kelompok umat
Islam. Dan dari masa al-Baghdadi sampai sekarang telah bermunculan
aliran-aliran baru, bahkan mungkin bisa mencapai dua kali lipat jumlahnya. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa aliran
atau kelompok-kelompok yang baru tersebut cabang dari tujuh puluh tiga kelompok
itu tidak benar, karena kalau begitu, yang tujuh puluh kelompok pun cabang dari
satu kelompok, yaitu Islam.
3.
Hadits tersebut—terlebih yang riwayatnya menyebutkan كلهم في النار إلا واحدة "Semuanya akan
masuk neraka kecuali satu kelompok"—bertentangan dengan hadits-hadits mutawatir yang
menjelaskan barang siapa yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan nabi
Muhammad adalah utusannya, maka ia akan masuk surga walaupun ia pernah
dimasukkan ke dalam neraka. Hadits-hadits tersebut di antaranya:
ان الله قد حرم على
النار من قال لا اله الا الله يبتغي بذلك وجه الله
"Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan api neraka terhadap seseorang yang mengucapkan "tiada tuhan
selain Allah" dengan mengharapkan ridho Allah".
HR. Bukhori
لا يشهد أحد أن لا اله الا الله وأني رسول الله فيدخل النار أو تطعمه
"Tidak
sekali-kali seseorang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya
aku adalah utusannya, kemudian ia masuk neraka atau terbakar apinya". HR. Muslim.
Kedua,
kelompok ulama yang menerima matan hadits tersebut. Namun mereka berbeda
pendapat dalam beberapa persoalan yang berhubungan dengan matan hadits
tersebut. Di antaranya:
1.
Apa yang dimaksud Al-Ummah (umat) dalam hadist
tersebut?
Dalam
persoalan ini, ulama terbagi menjadi dua kelompok dalam menafsirkan kalimat
Al-Ummah.
Pertama, ulama yang
berpendapat bahwa yang dimaksud Al-Ummah dalam hadits adalah Ummat
al-Ijâbah, yaitu umat yang menerima ajakan dan dakwah nabi Muhammad; umat
Islam. Hal tersebut dikarenakan kalimatUmmati, umatku (umat nabi Muhammad). Maka
dengan argumen tersebut, Ummat
al-Ijâbah lebih cepat ditangkap oleh pemahaman seseorang.
Dari penafsiran
ini, maka umat Islamlah yang akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga
aliran.
Kedua,
ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud Al-Ummah
dalam hadits adalah Ummat al-Da'wah, yaitu
umat yang menjadi objek da'wah universal nabi Muhammad; seluruh umat manusia.
Hal tersebut dikarenakan kalimat Al-Ummah jika dimutlakkan (tidak disandarkan),
maka maksundnya adalah Ummat al-Da'wah dan mengandung makna âm
(universal), sebagaimana dalam Al-Quran
كل ما جاء أمة
رسولها كذبوه , "…Tiap-tiap
seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya,…" (QS.
Al-Muminun: 44).
Kemudian, dalam hadits iftirâq pun
tidak menyebutkan umat Islam atau Muslimin, tapi ummati (umatku) atau hadzihi
al-ummah (umat ini). Itu menunjukkan yang dimaksud al-Ummah dalam haidts
adalah ummat al-da'wah. Penafsiran ini pun dukuatkan dengan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
والذي نفس محمد بيده. لا يسمع بي أحد من هذه الامة، يهودي ولا نصراني ثم
يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار
"Demi dzat yang dalam
kuasanyalah jiwa Muhammad. Seseorang dari umat ini, yaitu Yahudi atau Nasrani
tidak mendengarkanku kemudian ia mati dalam keadaan belum beriman kepada
risalahku melainkan ia termasuk penghuni neraka".
Dalam hadits ini, nabi Muhammad memasukkan Yahudi dan Nasrani dalam katagori
umat ini (hadzihi al-ummah).
Dari penafsiran dan pendapat ini,
berarti yang akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan itu adalah
semua umat manusia. Mereka terpecah menjadi kelompok Islam, Yahudi, Nasrani dan
seterusnya.
2.
Apakah
jumlah kelompok-kelompok tersebut hanya sebatas yang diterangkan hadits?
Dalam persoalan ini ulama terbagi
menjadi tiga kelompok.
Pertama,
ulama yang berpendapat dan menulis sebuah kitab yang menjelaskan nama-nama
kelompok-kelompok tersebut sesuai jumlah yang diterangkan dalam hadits.
Kedua, ulama
yang menetapkan jumlah kelompok yang diterangkan dalam hadits. Namun mereka
tidak menentukan nama-nama kelompok yang masuk dalam jumlah yang dijelaskan
dalam hadits.
Ketiga, ulama
yang berpendapat, bahwa jumlah kelompok dalam hadits tersebut tidak mempunyai
pengertian. Baik itu menurut ulama yang berpandangan mafhum al-'adad (pengertian
yang diambil dari jumlah atau hitungan) itu hujjah (alasan atau landasan
hukum) atau bukan. Mereka berpendapat, bahwa jumlah yang disebutkan dalam
hadits maksudnya adalah banyak. Artinya, umat ini akan terpecah belah
menjadi kelompok-kelompok yang banyak dan variatif.
Penutup
Dari
keterangan yang telah dipaparkan, kita bisa menarik keasimpulan, bahwa
al-Firqah al-Nâjiyah (kelompok yang selamat dari api neraka) adalah kelompok
umat Islam. Kemudia persoalan terpecah belahnya umat Islam menjadi tujuh puluh
tiga golongan adalah persoalan yang diperdebatkan panjang lebar oleh para ulama
(al-mukhtalaf fîhâ). dan soal pendapat mana yang kuat, kita yakini saja
semua ulama mempunyai landasan masing-masing yang menurut mereka kuat. Yang
terpenting adalah bagaimana kita menyikapi persoalan tersebut dengan bijaksana
dan toleran. Baik terhadap kelompok-kelompok non Muslim, atau terlebih terhadap
kelompok-kelompok umat Islam.
Problematika
penyesatan (menuduh sesat) dan pengkafiran spontan, tergesa-gesa tanpa didahului
penelitian yang akurat dan landasan yang kuat itu termasuk kesalahan yang fatal. Bahkan ketika kesesatan tersebut telah nyata
dan ditetapkan kepada suatu kelompok, maka kita pun tidak boleh bersikap
anarki, sewenang-wenang dan sejenisnya. Tapi sikap kita dalam konteks seperti
ini adalah menunjukkan mereka terhadap jalan yang benar, menasehati dan
mendoakan mereka dengan kebaikan. Mungkin saja kesesatan tersebut timbul dari
ketidaktahuan mereka dan sebagianya. Sebagaimana nasehat yang sering
disampaikan oleh Abuya Prof. Abdullah Muhammad Baharun kepada anak-anak
didiknya, "Kita harus menghormati dua kalimat syahadat, begitu pun
terhadap orang-orang yang mengucapkannya. Karena kedudukan mereka sangat agung.
Mereka tidak boleh dikafirkan kecuali ketika mereka berbuat kekufuran secara
nyata". Oleh karena itu, jika
dalam persoalan pokok-pokok agama saja kita harus bersikap demikian apa lagi
dalam persoalan fiqih yang relatif bersifat dzanni (asumtif) dan
terdapat banyak pendapat? Wallahu a'lam.
Hadramaut,
4 Maret 2013.
(*)
opini penulis dan alih bahasa dari sebuah judul dalam malzamah mata kuliah al-firaq
wa al-tayyarât al-fikriyah al-mu'âshirah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar