Ads 468x60px

Labels

Senin, 31 Oktober 2011

Hadist paslu di sekitar kita


Oleh; Adnan Widodo

Disadari atau tidak, ternyata hadits palsu atau hadits maudhu' telah lama menyelusup di kalangan pesantren, bahkan - tanpa diketahui kepalsuannya - ada beberapa hadist maudhu' yang sangat masyhur di kalangan kita hingga dijadikan dalil ketika belajar khithobah, tulisan dekor ketika haflah maulid nabi dan lain sebagainya.
Sebelum kita berbicara panjang lebar tentang hadits maudhu' alangkah lebih baiknya kita menguraikan terlebih dahulu ta'rif atau definisi dari hadist maudhu' tersebut.

Definisi Hadits Maudhu

Hadits secara bahasa berarti baru atau antonim dari kata "lama". Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah shollallah 'alihi wasallam, baik berupa ucapan, pekerjaan atau penetapan; atau sesuatu yang disandarkan pada Shahabat Rasul atau Tabi'in.

Dan kata Maudhu' menurut bahasa adalah isim fa'il dari kata "Wadha'a-yadha'u-wadh'an" yang berarti turun, merendahkan atau bisa juga berarti meletakkan. Sedangkan Maudhu' menurut istilah para ahli hadits (muhadditsin) adalah kebohongan yang direka-reka dan dibuat-buat oleh seseorang yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam, Shahabat atau Tabi'in.

Sebagian Ulama ada yang berpendapat bahwa maudhu' itu bukan termasuk dari golongan hadits, dan ada juga sebagian Ulama yang memasukannya ke dalam katagori hadits dha'if dan ada juga di antara ulama yang menjadikannya sebagai suatu bagian hadits yang tersendiri dan tidak memasukkannya ke dalam katagori hadits dha'if.

Sejarah dan sebab-sebab pemalsuan hadits

Asal-usul munculnya pemalsuan hadits dimulai setelah fitnah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan radhiyallah 'anhu dengan secara tragis dan mengenaskan beserta munculnya para kaum separatis dan pemberontak yang menyebarkan fitnah. Di antara pembesar penyebar fitnah tersebut adalah Abdullah bin Saba yang berasal dari kelompok yahudi yang telah masuk Islam(pura-pura masuk Islam/Nifaq).

Sebelum fitnah tersebut terjadi, oranng-orang tidak pernah bertanya tentang isnad (sanad) hadits tetapi setelah fitnah tersebut mulai menyebar kemana-mana maka mereka mulai bertanya-tanya tentang isnad,"Siapa rawi hadits ini dan Siapa rawi hadits itu? hadits ini dari mana dan hadits itu dari siapa? Ketika hadist itu dari Ahli Sunnah maka kami akan mengambilnya, tapi jika hadits tersebut dari Ahli Bid'ah maka kami akan menolaknya" . begitulah kegigihan para alim ulama pada masa itu dalam menjaga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Tetapi pemalsuan hadits tersebut belum tampak dengan jelas ketika para Shahabat Nabi dan para Tabi'in masih hidup, karena dengan adanya mereka maka para pemalsu hadits tersebut mengalami kesulitan dan mempunyai ketakutan akan terbongkarnya pemalsuan hadits; karena masih adanya orang-orang yang paling tau dan paling faham dengan ucapan-ucapan nabi dan aktifitas-aktifitas beliau.

Pada zaman dulu Shahabt-Shahabat Nabi sangat berhati-hati sekali ketika bercerita tentang nabi, baik itu menceritakan ucapan-ucapan ataupun menceritakan pekerjaan beliau. Bahkan ketika Shahabat Anas bin Malik hendak meriwayatkan hadits maka seketika itu warna mukanya menjadi berubah dan kemudian ia berkata setelah ia selesai meriwayatkan hadits tersebut dengan ucapan "au kama qolan nabi shallallah 'alaihi wasallam (atau seperti apa yang Nabi ucapakan)".

Adapun sebab-sebab pemalsuan hadits tersebut di antaranya disebabkan karena beberapa faktor di bawah ini :
1. Pembelaan terhadap suatu doktrin madzhab atau suatu ideologi, khususnya madzhab politik pasca terjadinya fitnah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan dan munculnya aliran-aliran pilitik seperti Khawarij dan Syi'ah. Dan setiap aliran-aliran tersebut memperkuat doktrinnya dengan membuat hadits-hadits palsu.
2. Usaha mencari rizki seperti sebagian orang-orang tukang cerita yang mencari mata pencahariannya dengan menyuguhkan cerita-cerita aneh dan menarik kepada masyarakat dengan menggunakan hadits-hadits palsu hinngga mereka mau memberi uang.
3. Mencari Kemasyhuran dengan meriwayatkan hadits-hadits yang aneh yang belum pernah diriwayatkan oleh para perawi hadits manapun.
4. Mendekatkan diri kepada para penguasa demi menuruti hawa nafsu mereka.
5. Mendekatkan diri kepada Allah dengan membuat hadits-hadits palsu supaya orang-orang giat melaksanakan kebaikan dan takut melakukan kemaksiatan.

Di samping lima faktor tersebut masih banyak lagi faktor-faktor yang memotivasi orang-orang untuk memaslsukan hadits.

Hukum meriwayatkan hadits palsu

Para ulama telah sepakat bahwa meriwayatkan hadits palsu kepada siapapun dengan arti apapun hukumnya tidak halal atau dengan kata lain haram, kecuali dengan menjelaskan bahwa hadits yang di riwayatkannya adalah palsu atau maudhu'. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallah 'alaihi wasallam : " Barang siapa yang menceritakan suatu hadits yang diduga bohong maka ia termasuk salah satu orang-orang yang berbohong". (HR. Muslim.)

Contoh-contoh hadits palsu

untuk menyempurnakan tulisan ini penulis akan menyebutkan lima contoh hadits palsu yang telah masyhur sekali di kalangan kita beserta penjelasan-penjelsannya yang disimpulkan dari beberapa kitab yang bersangkutan.

1. مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
Artinya:"barang siapa mengenali dirinya maka ia telah mengenal tuhannya". Ungkapan ini bukan hadits, tetapi ucapan Yahya bin Mu'adz al-Razi.
Walaupun bukan hadits tapi ungkapan ini tidak bertentangan dengan hadits nabi yang diriwayatkan oleh 'Aisah radhiyallah 'anha, yaitu ketika Nabi ditanya " Siapakah orang yang paling mengenali tuhannya?" nabi menjawab " orang-orang yang paling mengenali dirinya".

2. حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الإِيْمَانِ
Artinya: " cinta tanah air sebagian dari iman".
Ungkapan ini pun bukan hadits, dan tidak mempunyai asal (lâ ashla lahu). Namun ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Dhahhak ia berkata ketika Nabi keluar meninggalkan Mekah, beliau merindukan tanah kelahirannya itu ketika perjalanan beliau baru sampai daerah Zuhfah. Kemudian Allah berfirman : " sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Quran, benar–benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali…" (al-Qashas:85). Nabi berkata "ke Makkah". Al-Ashmu'I berkata: " aku mendengar seorang a'rabi (badui) berkata: jika kamu ingin mengetahui kesatriaan seorang laki-laki maka lihatlah bagaimana ia menyayangi dan merindukan tanah air dan saudara-saudaranya, dan bagaimana tangisannya ketika ia teringat sesuatu yang telah ia lalui.


3. النَّظَافَةُ مِنَ الإِيْمَانِ
Artinya: " kebersihan itu sebagian dari iman".
Ungkapan ini sangat masyhur sekali di kalangan kita, bahkan di kalangan masyarakat luas pun demikian. Kita menganggap ungkapan ini dari nabi atau dengan kata lain Hadits Nabi, bahkan suatu ketika saat seksi kebersihan di pesantren kami menyampaikan sambutannya dengan semangat kebersihan yang menggebu-gebu di kala belajar khitobah berlangsung, ia menggunakan dalil dan muqaddimahnya dengan ungkapan ini dengan tambahan kata-kata "qolan nabi shollallahu 'alihi wasallam" pada permulaannya. Padahal - sebagaimana yang dijelaskan oleh pengarang kitab syaraḫ nadzam Baiqûniyah - ungkapan ini bukanlah hadits. Adapun hadits yang menjelaskan kebersihan itu sebenarnya banyak, di antaranya الطُّهُوْرُ شَطْرُ اْلإِيْماَنِ, artinya:"kesucian itu separuh iman". (HR.Muslim.) dll.

4. لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلَاكَ
Artinya: " jika tidak ada engkau niscaya aku tidak akan menciptakan cakrawala".
Ungkapan ini termasuk ungkapn yang dianggap hadits qudsi oleh masyarakat umum, bahkan percetakan kitab kuning terkenal di semarang, Maktabah Al-'Alawiyah selalu mencantumkan ungkapan ini di setiap cover belakang kitab-kitab hasil cetakannya. Padahal ini adalah hadits maudhu' atau hadits palsu. Tapi jika ditinjau dari segi makna, ungkapan ini tidak salah; karena ada hadits marfu' yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang searti dengan ungkapan tersebut. Hadits tersebut artinya " jibril datang padaku lalu ia berkta: Allah berfirman: " jika tidak ada engkau wahai Muhammad maka aku tidak akan menciptakan surga. Jika tidak ada engkau aku tidak akan menciptakan neraka". Dan dari riwayat Ibnu 'Asakir " Jika tidak ada engkau aku tidak akan menciptakan dunia".

5. مَنْ عَظَّمَ مَوْلِدِي كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Artinya: " barang siapa yang mengagungkan kelahiranku maka aku akan menjadi penyafaatnya di hari kiamat".
Ungkapan inipun sangat masyhur sekali di kalangan kita terlebih jika dalam perayaan Maulid Nabi. Ungkapan ini selalu dibaca oleh para muballigh sebagai dalil perayaan tersebut bahkan hiasan dekor panggung pun bertuliskan ungkapan ini, padahal ungkapan ini tidak tertulis di kitab-kitab hadits yang mu'tamad seperti Shaheh Bukhori, Muslim dan kutubus sittah. Dari kesimpulan yang penulis dapatkan tentang ungkapan ini mengindikasikan bahwa ungkapan ini adalah hadits maudhu' atau hadits palsu, dengan alasan ungkapan ini tidak tertulis dalam kitab-kitab hadits shoheh dan sanadnya tidak jelas bahkan tidak tertulis dan ada sedikit kejanggalan dalam makna ungkapan tersebut, pasalnya ungkapan ini memperbincangkan pengagungan atau perayaan Maulid Nabi sedangkan pengagungan dan perayaan Maulid Nabi teresebut belum pernah terrealisasikan pada zaman Nabi Muhammad. wallahu a'lam.

Selain lima ungkapan di atas yang telah masyhur di kalangan kita yang dianggap sebagai hadits, masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang dianggap hadist di kalangan kita yang tidak mungkin penulis memuatnya dalam tulisan ini satu persatu.

Penutup

Segala puji bagi Allah atas segala anugerahnya hingga akhirnya tulisan ini terselesaikan walaupun dengan bahasa yang pas-pasan dan dengan segala pas-pasan. Namun harapan penulis mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita sekalian, khususnya kita bisa lebih berhati-hati lagi ketika berbicara tentang Nabi Muhammad dan tidak mudah-mudah berkata itu adalah hadits atau ucapan nabi sebelum kita benar-benar mengklarifikasinya terlebih dahulu dengan menggunakan metode Takhrîj al-Aḫadits yang sudah masyhur atau dengan cara bertanya kepada pakar-pakar hadits yang kita kenal; karena sebagaimana telah kita ketahui di atas, hal tersebut (mengatakan hadits padahal nabi tidak pernah mengatakan dan melakukannya) termasuk berdusta mengatas namakan nabi. Berdusta, walaupun itu berbentuk kebaikan tetap saja itu adalah dusta yang tidak patut kita lakukan apa lagi sambil mengatas-namakan Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wasallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar