Ads 468x60px

Labels

Selasa, 31 Agustus 2010

Menyingkap Bilangan Rokaat Taraweh


Oleh: Adnan Widodo Sudirman


Sebagaimana yang telah kita ketahui Sholat  Taraweh adalah sholat sunnah yang tidak akan pernah kita jumpai kecuali pada bulan ramadhan. Umat Islam pada bulan tersebut ketika adzan 'isya dikumandangkan mereka berbondong-bondong menuju masjid atau musholla untuk melaksanakan Sholat  Taraweh dengan berjama'ah. Namun sanagt disayangkan sekali semangat mereka tersebut hanya beberapa malam saja, mungkin bisa diperkirakan mulai malam awal ramadhan sampai malam tanggal sepuluh saja, selanjutnya barisan-barisan jama'ah di masjid atau musholla semakin maju dan berkurang, berbeda dengan waktu awal-awal ramadhan, hampir seluruh masjid atau musholla dipenuhi oleh jama'ah hingga sebagian dari mereka ada yang sholat di luar masjid atau di luar musholla.
Padahal pada setiap sepertiga bulan ramadhan tersebut mempunyai keistimewaan-keistimeaan tersindiri bagi oaring-orang yang beribadah di dalamnya. Sebagaimana dijelaskan oleh para Ulama, bulan ramadhan terbagi menjadi tiga bagian, pertama sepertiga awal ramadhan dari tanggal satu hingga tanggal sepuluh adalah limpahan kasih sayang Allah terhadap hamba-hambanya, kedua sepertiga selanjutnya yaitu dari tannggal sebelas hingga tanggal duapuluh ramadhan adalah limpahan ampunan Allah terhadap hamba-hambanya, ketiga sepertiga terakhir yaitu dari tanggal dua puluh satu hingga akhir ramadhan adalah pembebasan Allah kepada hamba-hambanya dari api neraka. Semuanya itu bisa diraih hanya dengan beribadah, yaitu siang berpuasa dan malamnya melaksanakan qiyam ramadhan baik Sholat  Taraweh atau yang lainya.

Perselisihan jumlah bilangan rokaat  Taraweh

Di Negeri kita aliran atau organisasi Islam yang dibilang paling besar dan berpengaruh di seluruh pelosok tanah air adalah NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi tersebut tidak jarang berselisih dalam masalah Furu'(masalah cabang dalam agama), seperti menentukan hari raya, awal ramadhan dan lain sebagainya. Dalam masalah Sholat  Taraweh pun keduanya berselisih dalam menentukan rokaat sholat tersebut. Muhammadiyah mengatakan delapann rokaat dan NU berpendapat dua puluh rokaat. Lalu siapa yang benar dan siapa yang salah?, jawabannya adalah orang-orang yang tidak mengerjakan  Tarawehlah yang salah, yaitu mereka yang sengaja meninggalkannya dengan tanpa halangan/udzur syar'i. Namun beribadah pun mempunyai tata cara dan aturan yang dianggap valid oleh syari'at, bukan karena kita golongan Muhammadiyah atau NU lantas kita merasa ajaran kita paling benar, tata cara ibadah kita paling bagus; karena kebenaran yang mutlak hanyalah milik Allah semata. Penulis hanya ingin mengajak pembaca untuk merenungi, menimbang dan menilai seperti apa Sholat  Taraweh tersebut dari segi dasar hukum, sejarah dan sesuatu yang berhubungan dengannya, hingga membuahkan natijah yang positif di benak para pembaca sekalian dalam menanggapi masalah perbedaan pendapat tersebut.

Dasar-dasar hukum Sholat  Taraweh

Dalam menentukan suatu hukum maka kita harus mengetahui dasar-dasar hukum tersebut dan kita harus mengambil dasar hukum tersebut dari sumber-sumbernya. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Tarikh al-Tasyri' al-Islami karya Dr. Ahmad Ali Thoha Royyan (Dosen Fiqh Muqoron di Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Al-Azhar Mesir dulu). Ia mengemukakan bahwa sumber-sumber hukum islam itu ada enam belas. Penulis dalam tulisan ini dengan segala keterbatasannya hanya menyebutkan empat sumber saja yang menjadi patokan dan disepakati mayoritas Mujtahid (muttafaq 'alaih), yaitu:
1.Al-Quran
2.Al-Hadits ( As-Sunnah An-Nabawiyah)
3.Al-Ijma'
4.Al-Qiyas
Dan semua sumber di atas tidak bisa difahami secara mentah-mentah, apalagi Al-Quran yang begitu agung, kaya akan makna dan sumber dari semua ilmu pngetahuan.  Mana mungkin kita bisa memahami kandungan Al-Quran tanpa mengetahui ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan Al-Quran tersebut dengan baik, seperti ilmu bahasa arab dan lain sebagainya.
Setelah kita tau sumber-sumber hukum tersebut, sekarang kita mencoba mencari dari mana sumber Sholat  Taraweh tersebut. Dari sumber yang pertama yaitu Al-Quran pasti kita tidak akan menemukan kata-kata  Taraweh dalam Al-Quran dari awal sampai akhir. Pada bulan apa Lailatul Qodar berada pun Al-Quran tidak menjelaskan secara detail dan terperinci jika anda teliti, apa lagi menerangkan  Taraweh secara detail, rokaatnya berapa dan berapa kali salaman. Hanya saja dalam Al-Quran diterangkan bahwa Lailatul Qodar itu lebih baik dari pada ibadah seribu bulan, tapi tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa Lailatul Qodar tersebut ada pada bulan apa?, namun ada ayat lain yang menunjukan bahwa Lailatul Qodar itu ada pada bulan Ramadan, tapi itu juga dengan mengumpulkan dua ayat lalu disimpulkan; karena dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa bulan Ramadhan itu bulan diturunkannya Al-Quran, dan dalam ayat yang lain menjelaskan bahwa Al-Quran itu diturunkan pada malam Lailatul Qodar. Berarti—terlepas dari pro dan kontra para Ulama--Lailatul Qodar itu ada pada bulan Ramadhan,
Setelah kita tau bahwa dalam Al-Quran tidak ada keterangan yang menjelaskan tentang Sholat  Taraweh maka kita beralih pada sumber hukum yang selanjutnya yaitu Al-Hadits. Dalam kitab karya imam Jalaluddin Al Mahalli yang menjadi syarah kitab Minhajut Tholibin karya Imam an-Nawawi dijelaskan bahwa asal atau sumber dari pada Sholat  Taraweh itu adalah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Sayyidatina 'Aisyah dan Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari Jabir, itupun tanpa menjelaskan bahwa sholat yang dilakukan Nabi pada malam bulan ramadhan tersebut dinamakan Sholat  Taraweh, hanya saja dalam riwayat tersebut menjelaskan tentang sholat malam nabi pada bulan Ramadhan atau Qiyam Layli Ramadhan Sebenarnya riwayat yang menjelaskan Qiyamu Ramadhan Nabi tersebut banyak sekali, mungkin Imam Al-Mahally hanya meringkas dan menyimpulkan dengan dua riwayat hadits tersebut. Dua riwayat tersebut kurang lebih artinya demikian:
Dari 'Aisyah radhiyallâh 'anha bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad shallallâh 'alaihi wasallam pada peretengahan malam beliau keluar rumah kemudian mendirikan sholat di masjid dan orang-orang (para shahabat) pun ikut mendirikan sholat bersama beliau. Ketika datang waktu pagi mereka membicarakan kejadian tersebut, kemudian pada malam berikutnya mereka berkumpul lebih banyak dan mendirikan sholat berrsama beliau. Ketika masuk pagi mereka membicarakn kejadian tersebut, kemudian bertambah banyaklah penduduk masjid tersebut pada malam ketiga dan Rosulullah pun keluar lagi melaksanakan sholat dan mereka pun mengikuti sholat nabi, dan seterusnya. Dan dalam riwayat lain dari Sayyidatina 'Aisyah juga bahwa kejadian tersebut pada bulan Ramadhan.
Dan diriwayatkan dari Jabir radhiyallâh 'anhu bahwasanya Nabi Muhammad SAW Sholat delapan rokaat bersama kita pada bulan Ramadhan kemudian beliau mendirikan sholat witir. (Al-Hadits)
Kemudian setelah kita tahu hadits di atas apakah kita langsung berkesimpulan bahwa Sholat  Taraweh itu delapan rokaat?. Ternyata di samping dua riwayat tadi ada riwayat riwayat lain yang menjelaskan rokaat sholat malam ramadhan Nabi Muhammad, yaitu Hadits Sayyidatina 'Aisyah ketika ia ditanya oleh Abi Salamah bin Abdirrohman tentang bagimana dengan sholat Rosulullah pada bulan ramadhan, maka ia menjawab,"Nabi tidak menambahkan rokaat pada bulan ramadhan dan tidak pada selain ramadhan melebihi dari sebelas rokaat. Beliau mendirikan sholat empat rokaat, maka jangan bertanya tentang keindahan dan panjangnya emapat rokaat tersebut, kemudian beliau sholat empat rokaat lagi, maka jangan bertanya tentang keindahan dan panjangnya emapat rokaat tersebut kemudian beliau sholat tiga rokaat",(Al-Hadits).
selain hadits tadi ada lagi riwayat lain yang menjelaskan rokaat Qiyam Ramadhan Nabi, yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi dari Ibnu 'Abbas radhiyallâh 'anhu, beliau berkata bahwa Nabi Muhammad SAW Sholat dua puluh rokaat dan Sholat Witir pada bulan Ramadhan dengan tidak berjama'ah. Setelah kita tau hadits-hadits yang menerangkan rokaat  Taraweh pasti dalam benak kita ada pertanyaan, sebenarnya berapa rokaat sih rokaat tersebut? delapan, sebelas atau dua puluh?. Lantar mana yang benar? apakah kita bisa mengambil mana saja yang enak dari hadits tersebut; karena hadits itu adalah perkataan atau perbuatan nabi yang sudah pasti kebebarannya.

Dalam kitab Qurrotul 'Ain Syarah Waroqot Imam Haramain karya Imam al-Hatthob hal pertentangan rokaat dalam hadits di atas dinamakan Ta'ârudh baina al- adillah (pertentangan antara beberapa dalil). Maka kita tidak boleh mengambil begitu saja berapa rokaat  Taraweh itu dari hadits-hadits di atas; karena hadits-hadits tersebut masih saling bertentangan, oleh karena itu sekarang kita kritisi hadits-hadits tadi menurut pandangan usul fiqih,

Hadits-hadits yang menjelaskan rokaat  Taraweh saling bertentangan

Hadits Ibnu 'Abbas yang menerrangkan rokaat  Taraweh berjumlah dua puluh rokaat tersebut dianggap dho'if oleh Imam Baihaqi dan disamping kedho'ifannya, hadits tersebut bertentangan dengan hadits Sayyidatina 'Aisyah dan Jabir yang menerangkan sebelas dan delapan rokaat, maka hadits tadi tidak bisa dibuat hujjah atau argumentasi untuk menentukan rokaat  Taraweh. Sedangkan hadits Jabir yang menerangkan delapan rokaat itu kemungkinan Shahabat Jabir adalah termasuk orang-orang yang ikut sholat dengan nabi pada malam kedua atau ketiga, maka ia menyimpulkan malam-malam sebelumnya dengan malam yang ia ikut berjama'ah dengan nabi waktu itu adalah sama, sebagai mana dijelaskan oleh Imam Zarkoni dalam Syarah Kitab Muwattho'. Dan hadits ini pula mempunyai kemungkinan (ihtimal) bahwa Shahabat Jabir ketika ikut berjama'ah dengan nabi, rakaat sholat nabi tinggal delapan rokaat lagi dan shahabat Jabir pun tidak menafikan ada rokaat tambahn selain delapann rokaat tersebut. Begitupun dengan hadits 'Aisyah yang menerangkan sebelas rokaat bertentangan dengan hadits lain dan kemungkinan tiga rokaat terakhir yang dilakukan nabi adalah sholat witir atau semuanya adalah sholat witir. Setelah kita tau bahwa hadits-hadits di atas saling bertentangan dan mengndung beberapa kemungkinan maka semuanya tidak bisa di jadikan hujjah atau argumentasi dalam menentukan rokaat  Taraweh. Oleh karena itu, maka kita harus beralih kepada sumber hukum yang ketiga yaitu Al-ijma'.

Peran al-Ijma' dalam menentukan rokaat  Taraweh

Dalam kitab Tarikh at-Tasyrih al-Islami karya Dr. Thoha Royyan dijelaskan bahwa Al-ijma' itu adalah kesepakatan mujtahid-mujtahid dari ummat Nabi Muhammad setelah beliau wafat pada suatu masa dari beberapa masa atas sebuah hukum dari beberapa hukum. Dan al-Ijma' pun harus bersandar pada Al-Quran, al-Hadits, al-Qiyas atau Ijtihad sebagaiman yang dikemukakan al-Qodli 'Iyadh dan didukung oleh pengarang kitab Jam'ul Jawami' tentang ilmu ushul fiqh. Sedangkan  imam as-Syafi'I berpendapat bahwa Al-Ijma' itu tidak bersandar pada al-Qiyas atau Ijtihad karena mereka (para mujtahid) ketika berijtihad pasti tidak sama.

Dalam permasalahan roakaat  Taraweh yang tidak terpecahkan dengan al-Hadits sekarang kita coba menggunakan al-Ijma'. Setelah Rosulullah wafat sampai masa Kholifah Sayyidina Umar bin Khottob tradisi Qiyam Ramadhan tersebut masih berjalan seperti bisaanya, kemudian Sayyidina Umar bin Khottob berinisiatif untuk membentuk jama'ah untuk Qiyam Ramadhan tersebut dengan dua puluh rokaat dan akhirnya hal tersebut menjadi Al-ijma' kemudian sholat tersebut disebut  Taraweh. Dalam kitab al-Majmu' syarah kitab al-Muhadz-dzab menjelaskan bahwa para Shahabat Nabi melakukan sholat dua puluh rokaat di bulan ramadhan pada masa Kholifah Sayyidina Umar bin Khottob bahkan sebagian mereka ada yang bersandar pada tongkat saat melakukannya ketika pada masa kholifah Utsman bin Affan. Adapun riwayat Yazid bin Rauman yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Muattho' yang menjelaskan bahwa para Shahabat melakukan Sholat  Taraweh dua puluh tiga roakaat pada masa Sayyidina Umar bin Khottob itu termasuk riwayat yang tidak langsung; karena Yazid bin Rauman teresebut termasuk orang yang tidak pernah menemui masa Sayyidina Umar bin Khottob. Imam al-Baihaqi menyimpulkan bahwa mereka melakukan  Taraweh dua puluh rokaat dan tiga rokaat sholat witir jadi jumlahnya duapuluh tiga rokaat.

Jadi sekarang sudah jelas bahwa rokaat  Taraweh itu adalah dua puluh rokaat setelah kita tau pemaparan masalah dari tiga sumber hukum tersbut. dan perlu diketahui istilah  Taraweh yang sekarang kita lakukan itu muncul pada Masa Sayyidina Umar bin Khottob yang mengumpulkan jama'ah dengan satu imam yaitu Shahabat Ubay bin Ka'ab; karena sebelum beliau menggerakan ide pengumpulan jama'ah tersebut, di dalam masjid Rosulullah para Shahabat melakukan Sholat Taraweh secara berkelompok-kelompok yang berbeda, ada juga yang sholat sendirian dan ada juga yang sholat berjama'ah, sebagaimana diterangkan dalam kitab Shoheh Bukhori.

Taraweh dalam pandangan Madzahib al-Arba'ah (empat madzhab)

Dalam kitab Bada_I' Ash-Shona_I' Fi Tartib As-Syaro_I' (kitab fiqh Madzhab Hanafi) diterangkan bahwa Syekh Muhammad meriwayatkan, bahwa Abu Hanifah berkata Sholat  Taraweh itu hukumnya sunnah, hanya saja ia bukan sunnah Rosulillah; karena sunnah Rosulullah itu adalah sesuatu yang tetap dikerjakan beliau secara teratur dan tidak ditinggalkan kecuali satu atau dua kali karena beberapa alasan. Sedangkan Sholat  Taraweh (baca: Qiyam Ramadhan) adalah sholat yang tidak dikerjakan beliau secara teratur atau tetap. Sedangkan shahabat melakukan sholat tersebut dengan tetap dan teratur, maka sholat  Taraweh termasuk sunnah para Shahabat dan hukumnya adalah sunnah muakkad. Adapun ukuran sholat tersebut adalah dua puluh rokaat dengan sepuluh kali salaman dan lima Tarwihah, setiap empat rokaat dengan dua kali salaman tersebut disebut satu Tarwihah (istirahat).

Dalam kitab Hasyiah as-Showi 'ala asy-Syarhish Shogir karya al-'Allamah Ahmad bin Muhammad Ash-Showi Al-Maliki sebuah Kitab fiqh Madzhab Maliki menjelaskan bahwa Sholat  Taraweh itu dua puluh rokaat setelah melekukan sholat 'isya, setiap dua rokaat dengan satu salaman. Dan disunnahkan khatam Al-Quran selama melaksanakan  Taraweh, dalam artian setiap melakukan Sholat  Taraweh membaca Al-Quran sebanyak satu juz dengan membagi satu juz tersebut di dalam dua puluh rokaat. Jadi jika Ramadhan tersebut tiga puluh hari maka selama  Taraweh sebulan telah mengatamkan Al-Quran satu kali. Sedangkan pandangan Imam Malik sendiri terhadap bilangan rokaat  Taraweh itu berjumlah tiga puluh enam rokaat, dan itupun hanya untuk penduduk Madinah; karena pada waktu itu penduduk Makkah ketika mereka melaksanakan  Taraweh dua puluh rokaat mereka mengisi istirahatnya dengan thowaf setelah setiap dua salaman dalam empat rokaat. Dan penduduk Madinah ingin menyamai meraka, sedangkan di Madinah tidak ada Ka'bah maka sebagai ganti thowaf tersebut mereka melekukan sholat empat rokaat pada setiap satu tarwihah ( istirahat setelah emapt rokaat dengan dua salaman ) dan istirahat yang terakhir atau istirahat yang kelima mereka mengisinya dengan do'a. Jadi jumlah sholat mereka adalah tiga puluh enam, yaitu hasil penjumlahan dari Sholat  Taraweh dua puluh rokaat denagn empat rokaat pengganti thowaf sebanyak empat kali jadi jumlahnya tiga puluh enam rokaat. Dan hal tersebut bermula pada akhir abad pertama Hijiriyah, sedangkan Imam as-Syafi'I mengemukakan bahwa dua puluh rokaat bagi penduduk Madinah itu lebih beliau sukai. Dan tdak boleh menambah sampai tiga puluh enam rokaat tadi kecuali bagi penduduk Madinah; karena mereka mendapatkan kemulyaan dengan hijrah, daerah muqim dan tempat Nabi Muhammad disemayamkan.

Menurut Madzhab As-Syafi'I yang mayoritas masyarakat Islam Indonesia memeluk Madzhab tersebut, dijelaskan dalam kitab Syarah Minhajuttholibin Imam An-Nawawi karya Syekh Jalaluddin al-Mahalli bahwa Sholat  Taraweh itu dua puluh rokaat dengan sepuluh salaman pada setiap malam bulan ramadhan. Dan waktunya adalah diantara setelah melakukan sholat 'isya dan terbitnya fajar. Dan hukum berjama'ah dalam sholat tersebut disunnahkan menurut qoul ashoh, dan sendirian pun tetap disunnahkan melaksanakan  Taraweh menurut muqobilul ashoh (Shoheh). Dan jika dilakukan dengan satu salaman dalam empat rokaat maka sholat tersebut tidak shah hukumnya karena menyalahi yang ditelah syari'atkan, dan Sholat  Taraweh yang dilakukan empat rokaat dengan satu salaman tersebut dihukumi batal jika dilakukan dengan sengaja dan tau hukumnya. Jika tidak disengaja dan tidak tau maka sholat tersebut menjadi sholat sunnah mutlak .(Hasyiatain Qolyubi dan 'Umairoh).

Syekh Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi al-Hambali yang masyhur  dengan sebutan Ibnu Qudamah, seorang Ulama besar bermadzhab Hambali dalam kitabnya, Al-Mughni menegaskan bahwa rokaat  Taraweh itu berjumlah duapuluh rokaat dan dalam kitab tersebut beliau mengungkapkan bahwa istilah  Taraweh itu dinisbatkan pada Sayyidina Umar bin Khottob dalam artian seakan-akan beliaulah yang menjadi pencetus Sholat  Taraweh yang pertama. Hal demikian tersebut karena beliaulah orang yang pertama yang mengumpulakan jama'ah sholat yang di sebut  Taraweh dalam masjid Rosulullah pada satu imam yaitu Ubay bin Ka'ab. WAllahu a'lam.


Arti  Taraweh menurut pandangan bahasa arab

Tarawih atau  Taraweh adalah kata jamak dari tarwih atau tarwihah, kata mashdar dari rowwaha-yurowwihu-tarwih yang berarti melegakan, menghibur dan juga bisa diartikan dengan istirahat. Sedangkan apa hubungannya istilah tersebut dengan sholat yang hanya bisa dilakukan pada bulan ramadhan tersebut?. Syekh Jalaluddin al-Mahalli dalam Syarah Minhaj menjelaskan alasan kenapa sholat tersebut dinamakan  Taraweh, alasannya karena para shahabat pada waktu itu (masa Umar bin Khottob) beristirahat (tarwih) setelah melakukan empat rokaat dengan dua salaman. Empat rokaat tersebut dinamakan tarwihah dan jamak dari tarwihah itu adalah tarawih. Jadi jika melakukan sholat Taraweh hanya delapan rokaat, maka baru dua tarwihah sedangkan jamak itu paling sedikit adalah tiga. Jadi menurut hemat penulis, orang yang melakukan sholat delapan rokaat pada bulan Ramadhan itu bukan melakukan sholat tarawih tapi lebih tepat disebut dengan sholat tarwihatain (sholat dua tarwihah). Wallahu a'lam.


Hadramaut, 22 Ramadhan 1431 H.

2 komentar:

  1. yang lebih penting kita ikhlas beribadah dan hanya untuk ALLAH

    BalasHapus
  2. betul, itu yang terpenting dan no.1
    tapi MA MUTA'ALLAQ MINHU nya jg harus di perhatikan kan???

    BalasHapus